Penghambat Dunia Pendidikan di Indonesia

Kamis, 14 Oktober 2010
 Problematika Pendidikan

Semenjak orde baru, khususnya mulai PELITA I, perkembangan sektor pendidikan di Indonesia berkembang dengan pesat. Pemerintah memberikan prioritas yang tinggi pada perkembangan sektor pendidikan didasarkan pada asumsi bahwa dengan pendidikanlah pembangunan ekonomi Indonesia akan berhasil dengan baik. Didukung dari hasil minyak bumi, gas alam, pajak, dan industri dan lain-lain maka perkembangan sarana fisik, khususnya gedung sekolah dasar dapat dilaksanakan pada tingkat yang luar biasa. Puluhan guru diangkat, ratusan judul buku paket dicetak, training dan bentuk latihan peningkatan kualitas guru diselenggarakan. Dan hasilnya secara statistik perkembangan pendidikan di Indonesia sangat menggembirakan. Namun dibalik perkembangan di atas, dunia pendidikan di Indonesia masih menghadapi problema yang berat, yang dapat dikategorikan menjadi:
  1. Internal in-effeciency.
Ini berujud dalam bentuk tingginya angka drop-out dan angka repeaters (ulang kelas yang sama / tidak lulus). Apalagi pada pengumuman kelulusan UAN tahun pelajaran 2005/2006 ada beberapa sekolah 0 % artinya tidak ada yang lulus. Namun ada juga sekolah yang kelulusan siswanya mencapai 100%. Sehingga terjadi kontroversi ada pihak yang setuju dan tidak setuju kalau nilai UAN yang dijadikan standar kelulusan siswa pada setiap jenjang sekolah.
  1. Eksternal in-efficiency.
Eksternal in-efficiency ini berujud lulusan pendidikan tidak dapat diserap oleh pasar tenaga kerja ataupun dapat dipakai tetapi antara pekerjaan yang dilakukan berbeda dengan pendidikan yang diperoleh. Sedang ketidakmerataan pendidikan berujud adanya perbedaan memperoleh kesempatan pendidikan antara laki-laki dan wanita, antara penduduk kota dan penduduk desa dan antara kaya dan miskin.
  1. Ketidakmerataan kesempatan pendidikan.
Sedangkan ketidakmerataan kesempatan mendapatkan pendidikan bisa dilihat dari sex, tempat tinggal, dan terutama menurut status sosial ekonomi. Teori klasik menyatakan bahwa pendidikan akan menjembatani jurang antara kelompok kaya dan kelompok miskin di masyarakat sudah banyak mendapatkan kritikan dan tantangan. Teori-teori dependency, dengan bukti-bukti empiris dari dunia kerja, menunjukkan bahwa justru pendidikan memperbesar jurang kaya dan miskin. Sebab pada diri pendidikan itu sendiri terdapat stratifikasi sosial (karabel dan Halsey, 1977).
Kalau ketidakmerataan memperoleh pendidikan menurut sex dan desa/kota, sudah mulai dapat diperkecil dengan berbagai kebijakan pendidikan yang telah dilaksanakan, tidak demikian dengan ketidakmerataan pendidikan di antara penduduk miskin dan kaya. Perbedaan pendidikan menurut status ekonomi antara kaya dan miskin masih sulit untuk dipecahkan. Hal ini erat kaitannya dengan kualitas sekolah. Kualitas sekolah dan juga jenis atau jurusan akan menentukan status di masa depan. Sedangkan sebagian besar anak didik yang bisa memperoleh sekolah yang juga relatif rendah kualitasnya. Hal ini tidak mengherankan, karena anak didik yang dapat memenuhi kualifikasi untuk masuk sekolah favorit sebagian besar adalah anak dari keluarga yang relatif mampu, yang memang secara rill lebih pandai.
Permasalahan pendidikan yang terjadi di Indonesia tidak lepas dari kualitas tenaga pendidikan dalam hal ini guru. Karena guru memiliki peran sebagai pendidik. Guru merupakan ujung tombak terselenggaranya pendidikan yang berkualitas. Namun kita tahu pada diri guru itu sendiri memiliki banyak permasalahan yang sampai pada hari ini belum dapat terselesaikan sesuai dengan tuntutan dan harapan guru sebagai pendidik. Seorang pendidik harus mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sedangkan kebutuhan untuk itu belum dapat dipenuhi dari penghasilan yang diperoleh sebagai imbalan yang diberikan pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan. Ini dapat dibandinkan dengan tenaga profesi lain seperti arsitek jika mereka ketemu yang dia bahas bagaimana merancang suatu bangunan supaya dapat berdiri kokoh dan berkualitas, dokter juga begitu bagaimana menangani suatu pasien yang memiliki gangguan kesehatan tertentu agar cepat sembuh, tetapi apa yang diperdebatkan oleh seorang guru bila ketemu dengan teman seprofesinya, bagaimana mereka bisa menyelesaikan potongan gajinya yang setiap bulan untuk memenuhi cicilan rumah atau motor kreditnya. Tapi Alhamdulillah walaupun mereka mengalami hal seperti itu mereka tetap memikirkan tuntutan utama yang harus dipenuhi oleh seorang guru, bagaimana membekali diri sehingga apa yang dimiliki dapat menjadi bekal untuk memenuhi kewajibannya sebagai pendidik. Tak lepas dari itu masih banyak yang mempengaruhi permasalahan pendidikan kita.
Maka pendekatan yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan tentang guru dapat digunakan pendekatan macrocosmics dan microcosmics. Pendekatan macrocosmics berarti permasalahan guru dikaji dalam kaitannya dengan faktor-faktor lain di luar guru. Hasil pendekatan ini adalah bahwa rendahnya kualitas guru dewasa ini di samping muncul dari keadaan guru sendiri juga sangat terkait dengan faktor-faktor luar guru. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas guru, antara lain: a) penguasaan guru atas bidang studi, b) penguasaan guru atas metode pengajaran, c) kualitas pendidikan guru, d) rekrutmen guru, e) Konpensasi guru, f) Status guru di masyarakat, g) manajemen sekolah, h) dukungan masyarakat, dan i) dukungan pemerintah.
Penguasaan guru atas bidang studi yang akan diajarkan kepada siswa merupakan sesuatu yang mutlak sifatnya. Sebab, dengan materi bidang studi tidak saja guru akan mentransformasikan ilmu pengetahuan kepada siswa, tetapi lebih dari pada itu, dengan materi bidang studi itu guru akan menanamkan disiplin, mengembangkan critical thinking, mendorong kemampuan untuk belajar lebih lanjut, dan yang tidak kalah pentingnya adalah menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu pengetahuan itu sendiri pada diri siswa.
Penguasaan kemampuan guru dibidang metodologi pengajaran juga penting. Tetapi perlu dicatat bahwa, kemampuan metode dalam pengajaran yang dimiliki oleh guru masih perlu ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan.
Rendahnya penguasaan guru pada bidang studi tidak lepas dari kualitas pendidikan guru dan rekrutmen calon guru. Pada tahun 2004 kembali terdapat perubahan kurikulum pendidikan yang terjadi tidak bisa dilepaskan begitu saja pada pemahaman akan hakikat profesi guru. Lanjut pada tahun 2006 diaplikasikan lagi kurikulum KTSP. Implikasi perubahan ini tidak menuntut pendidikan dapat menghasilkan lulusan dengan standar tertentu melainkan menuntut lulusan dibekali dengan kemampuan minimal. Kemampuan ini dari waktu ke waktu harus ditingkatkan agar dapat melaksanakan tugas pekerjaannya sesuai dengan perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, lembaga in-service training bagi soft-profession amat pentng. Barangkali wartawan, advokat, dan guru merupakan contoh dari kategori profesi ini.
Kualitas guru tidak bisa dilepaskan dari konpensasi yang mereka terima dan status guru di masyarakat. Namun, konpensasi atau gaji guru tidak bisa dilepaskan dari kondisi ekonomi suatu negara. Artinya, perbandingan gaji guru antar negara akan tidak pas kalau tidak ditimbang dengan kemakmuran bangsa tersebut. Gaji guru di Malaysia lebih besar dibandingkan dengan gaji guru di Indonesia, secara absolut. Namun, perbandingan akan berbeda manakala kedua gaji tersebut diperbandingkan dengan pendapatan perkapita negara masing-masing. Oleh karena itu, bukan hanya gaji guru yang penting melainkan bagaimana dukungan masyarakat dan pemerintah bagi kesejahteraan dan status guru. Lagu “Guru Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” sangat mulia dan terhormat. Dalam setiap kesempatan wisuda sering lagu tersebut diperdengarkan, dan hadirin terbuai dengan kesyahduan. Namun, barangkali bagi guru sendiri akan lebih senang kalau lagu diubah menjadi “Guru Pahlawan Penuh Tanda Jasa”. Dengan demikian, kelak tidak hanya muballigh yang ber BMW atau ber-Mercy, tetapi juga para guru akan berinova atau ber-terrano, simbol kemakmuran masyarakat dewasa ini. Namun, barangkali merupakan suatu kemustahilan, paling tidak untuk jangka pendek, untuk merealisir kompensasi guru yang memadai kalau hanya bersandarkan kepada anggaran pemerintah. Barangkali sudah masanya untuk dipikirkan mobilisasi dana pendidikan atau dana kesejahteraan guru yang berasal dari masyarakat. Kalau untuk keperluan lain dana mudah diperoleh misalnya untuk prestasi olahraga, mengapa tidak bisa prestasi guru. Disinilah letaknya, partisipasi orang tua dan dukungan masyarakat mutlak diperlukan untuk meningkatkan kualitas guru.
Karena selama ini telah dilakukan upaya peningkatan kualitas guru dengan penataran untuk meningkatkan kemampuan tidak cukup. Sebab masih ada faktor lain yang perlu sentuhan, yakni semangat dedikasi guru dan kesejahteraannya. Mudah-mudahan dengan adanya Undang-undang Guru dan Dosen dapat memberikan solusi tentang permasalahan pendidikan yang terjadi di Indonesia.
Dari seluruh uraian diatas, maka tugas negara dalam menyelesaikan permasalahan pendidikan di Indonesia meliputi:
1. Memperluas dan meratakan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti.
2. Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.
3. Memperbaharui sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara profesional.
4. Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai.
5. Memperbaharui dan memantapkan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen.
6. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
7. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu, dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 komentar:

Posting Komentar